بسم الله الرحمن الرحيم
Muqoddimah
Segala puji
hanya bagi Alloh yang telah menciptakan alam tanpa panduan, Dia mengutus
pemimpin para Rasul yang awal hingga akhir untuk seluruh manusia, kemudian
beliau menjelaskan Al quran dan Al sunnah seraya memperbolehkan ijtihad dan
qiyas karena menyayangi umat yang tidak akan bersatu melawan kebenaran namun
tidak sebaliknya. Semoga Alloh merahmati dan menyelamatkan beliau sepanjang
malam dan siang serta bilangan nafas yaitu sholawat yang tiada keraguan maupun
kerancuan dan semoga tercurah pula bagi keluarga beliau maupun shohabatnya
serta istri – istri beliau yang selalu mensucikan diri dari segala jenis
keburukan, semoga Alloh menyelamatkan mereka tanpa batas. [1]
Setelah itu,
ilmu ushul fiqh besar manfaat dan kadarnya, tinggi kemuliaan dan kualitasnya
karena ia menjadi acuan hukum syariat dan patokan fatwa hukum fiqih, ia lah
pokok saat ijtihad karena ushul fiqh berkaitan erat dengan ijtihad, bagaimana
tidak ? karena bagi mujtahid harus mengetahui Al quran dan Al sunnah yang
berkaitan dengan hukum syariat, tahu masalah yang di ijma’i, ayat yang nasikh
dan mansukh serta keadaan Rowi. Oleh karena itu bodoh pada satu saja dari hal –
hal ini akan menjatuhkan mujtahid kedalam kesalahan, mujtahid juga harus
mengetahui syarat – syarat qiyas karena ijtihad erat kaitannya dengan qiyas.
Sungguh Imam
Syafii alaihi rahmatulloh adalah manusia pertama yang menyusun ilmu ushul fiqh
tanpa ada perbedaan qaul diantara ulama, beliau menulis kitab Al risalah yang
kemudian dikirim pada Ibnu Mahdiy saat berada di Khurosan sedangkan Imam Syafii
berada di Mesir, kitab tersebut dikirim atas permintaan Ibnu Mahdiy sendiri.
Setelah peristiwa bersejarah itu maka bermunculan karya – karya tentang ushul
fiqh dan banyak Ulama yang mengabdikan diri membuat karya ushul fiqh dalam
berbagai madzhab terlebih madzhab yang empat, dari kalangan ulama madzhab
Hanafi yang banyak menyusun kitab ushul fiqh diantaranya Imam Al Bazdawi, Al Sarkhosi
dan selain keduanya, dari kalangan madzhab Syafii adalah Imam Al Haromain, Al Ghazali
dan Al Syairozi, dari kalangan Madzhab Maliki adalah dua Qadli ternama yaitu Qadli
Abu Bakr Al Baqilaani dan Abdulwahhab Al Bagdadi, Imam Al Marizi dan Ibnu
Hajib, dari kalangan madzhab Hanbali adalah Al Qadli Abu Ya’laa beliau menyusun
kitab “Al iddah fii ushuli al Fiqh” tetapi belakangan diketahui kitab tersebut
tidak diketemukan naskahnya, namun demikian kitab tersebut menjadi karya
pertama kitab ushul fiqh madzhab Hanbali, misal lagi adalah Ibnu Qudamah dan
selain keduanya. Ini hanyalah daftar Ulama yang berkarya dalam bidang ilmu
ushul fiqh tanpa memperhatikan urutan tahun kelahiran dan kewafatan mereka
begitu juga seterusnya hingga sampai pada masa dua Subki yaitu Taqiyuddin Al Subki
dan puteranya Tajuddin Al Subki, kemudian Tajuddin Al Subki menyusun kitab
“jam’ul jawami” yang di dalam muqoddimah kitab itu disebutkan bahwa beliau
menyusun kitab itu setelah mengumpulkan lebih dari 100 kitab ushul fiqh. Kitab
jam’ul jawami’ ini kemudian mendapat apresiasi dari Ulama sepeninggal beliau
maka syarah – syarah, hasiyah – hasiyah, ta’liq – ta’liq dari kitab itupun banyak sekali terlebih
syarah Imam Al Mahalli pada kitab itu. Perhatian ulama pada kitab jamu’l
jawami’ semakin kentara ketika banyak syarah – syarah yang berfaidah dan ta’liq
– ta’liq yang manfaat dengan berbagai model, sebagian Ulama membahas secara
detail dan mengkritisi kitab itu, sebagian ulama ada yang menyempurnakan kekurangan
dalam kitab itu dan sebagian lagi membuat nadzom, dalam hal ini Imam Al Suyuti
menadzomkan kitab itu dengan bahar rojaz dan beliau menamainya “al kaukab al
Sathi”.
Tidak sampai
itu saja perhatian Ulama terhadap kitab jam’ul jawami berikut syarah –
syarahnya bahkan perhatian tersebut berlanjut hingga periode awal abad ke 13 H
yaitu ketika Alloh Ta’ala menganugerahi ilmu pada seorang Ulama pada masa itu,
seorang yang paling Unggul di masanya beliau adalah Abdulloh putera Alhaj
Ibrohim Al ‘alawiy lalu beliau menadzomkan kitab jam’ul jawami’ seluruhnya
kecuali bab makna – makna huruf karena beliau bersikukuh untuk mengesampingkan
pembahasan selain ushul fiqh, maka dalam muqoddimah kitabnya beliau berkata :
مُنْتَبِدًا عَنْ مَقْصَدِى مَا ذُكِرَا ** لَدَى الْفُنُوْنِ
غَيْرُهُ مُحَرِّرَا
Artinya : selain ushul fiqh akan lepas dan merdeka
dari tujuanku yang telah disebutkan dalam bidang ilmunya masing – masing.
Adapun dhomir pada lafadz “ghoiruhu” berisi ushul
fiqh, walaupun demikian nadzom jam’ul jawami’ itu beliau tambahkan keterangan – keterangan
dari hasyihah – hasiyah Al Mahalli seperti kitab “ al ayat al bayyinat” karya
Imam Al Ibaadi atau kitab “al tanqih dan syarahnya” karya Alqiroofi dan kitab –
kitab lainnya, kemudian kitab nadzom itu beliau beri nama “ maroqi al su’ud li
mubtaghi al riqoo wa al shu’ud”[2].
Setelah
semua itu maka inilah usaha seorang yang
banyak kekurangannya dan apresiasi dari seorang yang lemah sembari
mengharap anugerah Tuhannya dan barokah RasulNya semoga Alloh merahmati dan
menyelamatkan beliau dan juga kepada keluarga serta shohabatnya serta para imam
yang menunjukkan orang – orang yang butuh petunjuk.
Saya
ingin untuk mendekatkan ilmu ini dan membeber kaidah – kaidahnya pada para
pemula yang berhati mulia lagi bertekad lurus dan sesungguhnya saya juga telah mensyarahi nadzom kitab “al
waroqot” secara ringkas untuk pemula tetapi saya fokuskan pada teks nadzom,
uraian bait – bait dan keterangan perkata, maka biarlah usaha yang itu khusus
untuk nadzom “al waroqot”. Adapun kaidah
– kaidah ini biarlah menjadi penjelasan berlanjut dari nadzom “al waroqot” itu,
kitab ini lebih banyak keterangan dan lebih mudah daripada syarah nadzom”al
waroqot” itu, kedua karyaku itu semoga diterima oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala,
semoga amalku ini menjadi amal orang yang ikhlas serta mengkihklaskan semata –
mata untuk Alloh Yang Maha Mulia, semoga Alloh memberi manfaat pada orang yang
membacanya dan mengampuniku akan apa yang keliru dalam kitab ini. (hanya
ampunanMu yang kami harapkan wahai Tuhan kami dan Engkaulah tempat kembali).
Saya
telah membaca kitab ini di hadapan beberapa Ahli ilmu, diantara mereka adalah :
Tuanku Al Waalid Al Habib Alwi bin Abbas Al Maliki Al Hasani, Tuanku Syaikh
Muhammad Yahya Aman, Tuanku Syaikh Hasan bin Muhammad Al Massyaat, Tuanku
Syaikh Abdulloh bin Sa’id Al
Lahjiy, beliau – beliau ini adalah Ulama Mekah Al Mukarromah kemudian Tuanku
Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf seorang Mufti Mesir, aku membaca kitab ini
ketika beliau berkunjung di Musim Haji, kepada merekalah aku mendalami ilmu
Ushul Fiqh semoga Alloh merahmati mereka dengan rahmat yang luas.
Sanad kitab “jam’ul jawami” ku
Sanad kitab jam’ul jawami’ku banyak tetapi akan
saya sebutkan secara ringkas sanad kitab itu dari jalur Ayahku semoga Alloh
merahmati beliau, sanad itu adalah :
Dari Ayahku Sayyid Alwi bin Abbas Al Maliki Al Hasani, beliau dari Ayahnya
yaitu Sayyid Abbas bin Abdul Aziz Al Maliki Al Hasani, beliau dari Gurunya
yaitu Syaikh Abu Bakr Syathoo dan Syaikh Muhammad Abid Al Maliki seorang Mufti
Madzhab Maliki, beliau berdua dari Al Imam Syaikhul Islam Sayyid Ahmad bin
Zaini Dahlan, beliau dari Syaikh Utsman bin Hasan Al Dimyathi, beliau dari
Syaikh Muhammad Al Syinwani, beliau dari Isa bin Ahmad Al Barowi, beliau dari
Muhammad Al Dufriy, beliau dari Salim bin Abdulloh
Al Bashriy, beliau dari Ayahnya yaitu Abdulloh bin Salim Al Bashriy, beliau
dari Muhammad bin Al Alaa’i Al Baabiliy, beliau dari Syaikh Ahmad bin Muhammad
Al Ghanimiy, beliau dari Al Syamsu Muhammad bin Ahmad Al Ramli, beliau dari
Syaikul Islam Zakariya Al Anshori, beliau dari Al Izz Abdurrohim bin Al Furot,
beliau dari penyusun kitab Jam’ul jawami’ yaitu Abu Nashr Abdul Wahhab bin Ali
bin Abdul Kaafi Al Subki. Adapun kitab – kitab karya Ayah Tajuddin Al Subki
diriwayatkan dengan sanad ini.
Sanad kitab “al waroqot” ku
Dari sanad yang telah saya sebutkan sampai pada
Syaikh Zakariyya Al Anshori berlanjut ke :
Syaikh Zakariyya Al Anshori dari Abu Al Fath Muhammad bin Abu Bakr Al
Maroghi, beliau dari Abu Al Farj Abdurrohman bin Ahmad Al Ghaziy, beliau dari
Abdu Al Daaim Al Maqdisi, beliau dari Muhammad bin Ali Al Harroniy, beliau dari Abu
Abdillah Muhammad bin Al Fadhl Al furowiy, beliau dari penyusun kitab “al
waroqot’ yaitu Imam Al Haromain Abu Al Ma’aali Abdul Malik bin Abu Muhammad
Abdullah Al Juwaini, semoga Alloh merahmati dan menyelamatkan tuan kita yaitu
Muhammad serta keluarga dan Shohabatnya.
Bab Ushul Fiqh
Ketahuilah bahwa Ushul fiqh adalah julukan untuk
bidang ilmu tertentu yang terbukukan ini, lafadz ushul fiqh merupakan tarkib
idhofiy dari dua bagian yaitu mudlof dan mudlof ilaih, lafadz ushul fiqh punya
dua arti:
1.
Arti secara idlofiy yaitu
arti yang dipahami dari kata “ushul dan Fiqh” ketika kata pertama (ushul)
dipisah dari kata kedua (fiqih).
2.
Arti secara laqobiy yaitu kata “ushul fiqih” yang bertarkib idlofi
ini menjadi julukan untuk suatu bidang ilmu maka yang pertama (ushul fiqh
secara idlofi) beralih ke yang kedua (ushul fiqh secara laqobiy).
Adapun[3]
bagian pertama dari tarkib idhofi itu adalah kata “Ushul” bagian kedua adalah
“fiqih”, kedua bagian ini yaitu “ushul dan Fiqh” adalah kata tunggal yang belum
tersusun, maksud “tunggal” adalah lawan “tersusun” bukan “tunggal” lawan dari
“dua” atau “banyak” karena lafadz “ushul” itu sudah mengandung arti “banyak”
sebagaimana tidak samar lagi.
Kata “al ashlu” secara lughoh (bahasa Arab)
berarti “benda yang dapat dirasa atau dibayangkan serta menjadi tumpuan benda
lainnya seperti kata “ ashlul jidar” artinya “pondasi dinding”. Adapun kata “al
Far’u” secara lughoh berarti “ benda yang melekat pada benda lainnya” seperti
lafadz “ Furu’ul syajarah” yang berarti “cabang – cabang pohon” maka cabang
fiqih melekat pada batang fiqh.
Adapun menurut istilah Ulama ushul fiqih kata
“al ashlu” ada 4 arti :
1.
“Dalil” seperti ucapan mereka “ Al ashlu Fi hadzihil masalah al kitab wa
al sunnah” kata “al ashlu” di sini
berarti “dalil”, dari sini maka lafadz “ushul Fiqih” berarti “dalil – dalil
fiqh”.
2.
“Hal yang diunggulkan” seperti ucapan mereka “ al ashlu fil kalami al
haqiqoh” kata “al ashlu” disini berarti “yang lebih unggul” menurut pendengar.
3.
“kaidah yang berlaku” contoh “ibaahatul maitati lilmudltorri alaa
khilafil asli”.
4.
“bentuk pengqiyasan” sebagaimana keterangan yang akan datang dalam bab
qiyas.
Fiqih
Fiqih secara lughoh berarti “paham” sedangkan
menurut istilah berarti “mengetahui hukum – hukum syariat dengan cara ijtihad,
maka definisi ini mengecualikan :
1.
Hukum aqliyyah, seperti mengetahui bahwu satu itu separuhnya dua.
2.
Hukum hissiyah, seperti mengetahui bahwa api itu membakar.
3.
Hukum qath’iyyah, seperti mengetahui bahwa Alloh Maha Esa dan sholat
lima waktu itu wajib, maka mengetahui 3 hal ini tidak disebut fiqih secara
istilah.
Hukum
Hukum adalah Khitob Alloh yang berkaitan dengan
mukallaf, ada tujuh hal yang berkaitan dengan hukum yaitu : wajib, mandub,mubah, makruh, haram,
sah dan fasid.
Qaul Sahih yang al masyhur menyatakan : hukum
itu hanya 5 yaitu : ijab, nadb, ibahah, karohah dan tahrim; adapun sah dan fasad
itu bagian dari khitob al wadl’i[4]
karena hukum syariat jika berkaitan dengan muamalah adakalanya sah atau fasad,
sedangkan fasad dan batal itu satu arti. Jika hukum berkaitan dengan selain
muamalah adakalanya berupa tuntutan atau perizinan untuk berbuat atau
meninggalkan.
Tuntutan adakalanya
menuntut untuk melakukan perbuatan atau berhenti dari suatu perbuatan, setiap
tuntutan kadang bersifat tegas dan kadang bersifat tidak tegas, adapun tuntutan
yang bersifat tegas untuk melakukan perbuatan maka berfaidah ijab (wajib) seperti yang ditunjukkan firman Alloh Ta’ala : (اَقِيْمُوْا الصَّلَاةَ[5]) artinya : dirikanlah sholat.
Adapun tuntutan yang bersifat tidak
tegas untuk melakukan perbuatan berfaidah nadb (sunnah) seperti yang
ditunjukkan firman Alloh Ta’ala :
(فَمَنْ عَفَا وَ
أَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللهِ[6]) artinya : barangsiapa memaafkan
dan berdamai maka pahalanya atas Alloh. Tuntutan yang bersifat tegas untuk
berhenti dari suatu perbuatan berfaidah tahrim (haram) seperti yang ditunjukkan
firman Alloh Ta’ala :) (وَلَا تَقْرَبُوْا الزِّنَا[7]
artinya : jangan kalian mendekati zina. Adapun tuntutan
yang bersifat tidak tegas untuk berhenti dari suatu perbuatan berfaidah karohah
(makruh) seperti yang ditunjukkan oleh hadits dari sahih bukhori muslim ini : إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ
الْمَسْجِدَ فَلَا يَجْلِسْ حَتىَّ يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ[8]
Artinya : apabila salah
seorang diantara kalian masuk masjid maka jangan duduk sebelum sholat dua
rokaat.
Definisi Hukum
1.
Wajib adalah perbuatan yang berpahala jika di kerjakan dan berdosa jika
ditinggalkan.
2.
Mandub (sunnah) adalah perbuatan yang berpahala jika
dikerjakan dan tidak berdosa jika ditinggalkan.
3.
Mubah adalah perbuatan yang tidak berpahala jika
dikerjakan atau ditinggalkan dan tidak berdosa jika ditinggalkan atau
dikerjakan.
4.
Makruh lawan dari mandub, makruh adalah perbuatan yang
berpahala jika ditinggalkan karena taat pada Alloh dan RasulNya dan tidak
berdosa jika dikerjakan.
5.
Haram lawan dari wajib, haram adalah perbuatan yang
berpahala jika ditinggalkan karena taat pada Alloh dan Rasulnya dan berdosa
jika dikerjakan.
Kelima hukum ini disebut
hukum taklif karena berkaitan dengan perbuatan mukallaf[9] dari sisi pembebanannya, maksud pembebanan ialah
pengharusan untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan yang mana itu
terasa berat.
6.
Sah adalah perbuatan yang sesuai kriteria Syari’. Buah dari sah adalah perbuatan itu lestari dan
teranggap oleh Syari’.[10] Teranggap berarti telah memenuhi rukun dan syarat dari
Syari’ sedangkan lestari berarti telah sampai tujuan.[11]
7.
Fasid adalah batal yaitu perbuatan yang membedai aturan
Syari’, buah dari batal ialah tidak lestari dan tidak di anggap.
Ilmu
Ilmu secara lughoh berarti yakin sedangkan secara istilah
berarti mengetahui sesuatu sesuai kenyataannya, arti sesuatu di sini adalah
apapun yang memang bisa di ketahui baik sesuatu itu telah di wujudkan atau di
tiadakan. Istilah Syariat tidak mengkhususkan kata“ilmu” hanya pada kata “fiqh”
bahkan kata “ilmu” dapat mencakup kata “fiqh” dan lainnya, kata “fiqh” secara
istilah syariat lebih khusus dari pada kata “ilmu” begitu juga secara lughoh
karena fiqh berarti paham dan ilmu berarti mengetahui maka kata “mengetahui”
lebih umum dari pada kata “paham”.
Lawan kata “ilmu” adalah “jahl” (bodoh), bodoh ialah menggambarkan
sesuatu tidak sesuai kenyataannya, ada Qil menyatakan definisi : bodoh adalah tidak
mengetahui, maka definisi itu mencakup bodoh biasa dan bodoh berlipat - lipat.
Bodoh biasa itu seperti kita tidak mengetahui apa yang ada di dalam perut bumi
sedangkan bodoh berlipat - lipat seperti menggambarkan sesuatu tidak sesuai
keadaannya seperti pemahaman muktazilah bahwa di akhirat tidak bisa melihat
Alloh atau keyakinan beberapa filosof bahwa alam raya bersifat qidam. Definisi
yang mencakup kedua macam kebodohan ini
bisa diungkapkan dengan “ bodoh adalah tidak tahu sesuatu yang semestinya bisa
dicapai atau di temukan” adakalanya tidak dapat menemukan gambarannya sama
sekali maka disebut bodoh biasa dan adakalanya menemukan gambaran yang berbeda
dengan kenyataannya maka disebut bodoh berlipat - lipat. Disebut bodoh berlipat
–lipat karena ada dua kebodohan disitu, yaitu bodoh pada hal yang akan di
ketahui dan tidak tahu bahwa dirinya bodoh. Kemudian maksud ilmu disini adalah
ilmu makhluk[12], ilmu makhluk terbagi menjadi Dloruriy dan Muktasab.
Adapun yang pertama yaitu ilmu dloruriy adalah ilmu yang
tidak butuh nadzor dan istidlal, disebut dloruriy karena manusia tidak mungkin
mengelak dari ilmu itu misalnya ilmu yang di hasilkan panca indera yaitu indera
penciuman, perasa, peraba, pendengaran dan pengelihatan maka hanya dengan
menggunakan salah satu indera saja telah mendapat suatu pengetahuan.
Adapun
yang kedua yaitu ilmu muktasab adalah ilmu yang hasil sebab nadzor dan istidlal
misalnya alam bersifat baru (tercipta). Istidlal
adalah mengolah dalil untuk menghasilkan hukum. Dalil adalah petunjuk yang
menghasilkan hukum tetapi definisi ini menurut istilah Ulama Mutakallimin
sedangkan definisi dalil menurut Ulama ushul fiqh adalah apapun yang dengan
nadzor secara benar mungkin menghasilkan hukum.[13] Nadzor adalah berfikir pada suatu objek untuk
menghasilkan ilmu atau dzon, makanya hasil nadzor dan istidlal itu sama yaitu
hukum. Dzon adalah memungkinkan dua hal yang salah satunya lebih kuat dari yang
lain menurut dia, maka kemungkinan yang kuat disebut dzon (dugaan kuat)
sedangkan kemungkinan yang lemah disebut wahm (dugaan lemah). Syak (keraguan)
adalah memungkinkan dua hal tanpa ada yang kuat atau lemah diantara keduanya menurut
dia.
Yang perlu diperhatikan
dari definisinya :
1.
Dalil – dalil fiqh secara global[15] bukan dalil –
dalil fiqh secara khusus misalnya membahas “amr mutlak” berfaidah wajib secara
hakikat bukan majaz atau membahas “nahi mutlak” berfaidah haram secara hakikat
bukan majaz.
2.
Tata cara mengolah dalil – dalil.
3.
Kriteria orang yang mengolah dalil yaitu mujtahid.
Ketiga perkara inilah
pembahasan pokok bidang ilmu yang di juluki ushul fiqh. Adapun dalil
– dalil fiqh secara khusus seperti firman Alloh Ta’ala: اَقِيْمُوْا
الصَّلَاةَ,
وَلَا
تَقْرَبُوْا الزِّنَا, Nabi sholat di
dalam ka’bah, ijma’ bahwa anak perempuan dari anak laki – laki kita mendapat
warisan 1/6 jika tiada ashobah, istishab dalam hal sesuci jika ragu tetap suci
atau tidak maka ini bukanlah bagian dari pembahasan ushul fiqh, sebagian Ulama
menyebutkan dalil – dalil detail ini dalam kitabnya sebagai contoh saja karena
memproses dalil – dalil tersebut menjadi sebuah hukum adalah tugas seorang ahli
fiqih, dialah yang membahas bahwa ‘amr” dalam firman Alloh Ta’ala : اَقِيْمُوْا
الصَّلَاة berfaidah wajib
dan “nahi” dalam firman Alloh Ta’ala: وَلَا
تَقْرَبُوْا الزِّنَا berfaidah
haram, beda tugas dengan ahli ushul fiqh karena dia membahas ‘amr dan nahi”
menunjukkan apa tanpa terpaku dalil khusus tertentu.
Bab Pembahasan Ushul Fiqh
Ilmu
ushul fiqh memuat beberapa bab pembahasan yaitu :
1. Macam – macam kalam.
2. Amr.
3. Nahi.
4. Am.
5. Khos.
6 Mubayyan.
7. Mujmal.
8. Dhohir.
9. Muawwal.
10. Perbuatan shohibu syari’at yaitu
Nabi Muhammad SAW.
11. Nasikh.
12. Mansukh.
13. Ijma’.
14. Akhbar.
15. Hadzor dan ibahah.
16. Qiyas.
17. Urutan dalil.
18. Kriteria mufti.
19. Kriteria peminta fatwa.
20. Mujtahid.
[1]
Lihat muqoddimah kitab “al anjum al
zahirat alaa halli alfaadzi al waroqot” hal 65
[2]
Lihat muqoddimah “ natsr al wurud
alaa maroqi al su’ud” (1/9).
[3]
Penjelasan arti Ushul fiqh secara idlofi.
[4]
Maksud khitob al wadl’iy adalah hukum Wadl’iy yaitu hukum yang menuntut sesuatu
menjadi penyebab, syarat atau penghalang bagi sesutau yang lain, pembahasan ini
ada di kitab - kitab yang banyak keterangannya.
[5]QS: Al Nur ayat 56.
[6]
QS: Al Syuro ayat 40.
[7]
QS: Al Isro’ ayat 32
[8]
Hadits riwayat Al Bukhori (1/114)
dan (2/50) juga riwayat muslim (2/155) (714).
[9]
Baligh dan berakal .
[10]
Syari’ : Alloh dan RasulNya.
[11]
Misalnya : boleh memanfaatkan atau memiliki barang untuk selama – lamanya,
inilah maksud dari lestari.
[12]
Selain Alloh adalah makhluk.
[13]
Dalil
hanya diperuntukkan bagi hal – hal yang bersifat khobari yaitu hal yang masih
dimungkinkan salah atau benarnya sebelum dalil itu di kemukakan.
[14]
Penjelasan arti ushul fiqh secara laqobiy.
[15]
Pokok – pokok pembahasan ushul fiqh.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusBesar harapan kami, supaya penerjemah untuk melanjutkan terjemahan kitab ini. Supaya saya bisa mengaji. Trimakasih
BalasHapus1xbet korean | legalbet.co.kr - Legalbet
BalasHapus1xbet korean. Latest betting odds, 1xbet india player ratings and live casino games. Win up to €500,000 by betting on the latest jackpots.
Al Akhbar wa hukmuha
BalasHapusBorgata Hotel Casino & Spa
BalasHapusMapyro provides accurate and 공주 출장안마 unbiased hotel reviews. 논산 출장마사지 Find the best Borgata Hotel Casino & Spa location 고양 출장마사지 in Atlantic City, 대전광역 출장샵 NJ. Borgata Hotel Casino 김제 출장마사지 & Spa